Rabu, 10 November 2010

Hal-Hal yang Sebaiknya Tidak Dipikirkan jika Tidak Ingin Kehilangan Handphone

It’s a pretty long title but this is true. Maksudku, inilah kenyataan beberapa hal yang kupikirkan di hari my sweet Samsung Galaxy Spica raib dicolong orang, ato lebih tepatnya hal-hal yang kupikirkan beberapa jam sebelum kehilanganku.

1. Untung aku berangkat ke kampus cukup dengan naik bikun. Itulah hal yang ada di pikiranku waktu berangkat ke kampus di pagi hari yang rupanya akan berubah suram. Bis kuning milik Garuda yang disewa oleh UI ini memang disediakan gratis untuk seluruh civitas akademika di UI. Bis ini berhenti dari halte ke halte yang ada di depan fakultas-fakultas. Kupikir bikun itu transportasi umum yang aman dan nyaman. Maksudku, dibandingkan dengan angkot yang panas dan sumpek, bikun memiliki kursi abu-abu yang nyaman dan empuk plus AC yang menyejukkan meski depok panasnya bukan main. Selain itu, dibandingkan dengan KRL, bikun sebagian besar berisi mahasiswa jadi tidak mungkin ada copet di sini. Later I learned it the hard way, bahwa perkiraanku yang terakhir itu tidak benar adanya.


2. Membayangkan apa jadinya kalo Handphone yang udah menemaniku selama berbulan-bulan tiba-tiba ilang. Ceritanya siang itu tiba-tiba ada teman yang mengajak berdiskusi mengenai tugas. Di tengah-tengah diskusi, tiba-tiba ia merogoh-rogoh, mengaduk-aduk, sampai hampir mengeluarkan seluruh isi tasnya dalam usaha menemukan HP yang ia yakini benar sudah ada di tasnya pagi ini. Akhirnya ia berhasil menemukan si HP yang langsung di peluknya (agak dramatis memang). Saat itu terbesit di pikiranku apa jadinya ya kalo hapeku ilang? Well, tak lama kemudian aku tahu jawabannya.


3. Genit banget sih orang-orang ini, cuma gara-gara bikun agak padat sedikit aja ga mau ikutan naik. Waktu aku pulang adzan maghrib sebenarnya sudah berkumandang, tapi kuputuskan langsung pulang aja n sholat dirumah. Bad idea, I know, but there’s no use to regret everything now. Begitu aku keluar kelas menuju halte, dari jauh udah keliatan sosok bikun yang ngejreng kuningnya. Sontak aku langsung lari buru-buru ke halte buat naik bikun itu. Sebenernya bikun yang kunaikin, bikun biru, butuh waktu lebih lama untuk sampai ke asrama dibandingkan bikun merah, karena harus melalui jalur yang lebih jauh. Berhubung aku ga tau kapan bikun merah bakal dateng, jadi kuputuskan lebih baik muter agak jauh darioada nunggu sampe waktu yang ga jelas. Pas mau naik ternyata bikun udah cukup padat, tapi aku pernah mengalami bikun yang lebih penuh waktu jamannya masa orientasi maba. Merasa udah berpengalaman berdesakkan di bikun, kuputuskan untuk tetap naik meskipun ada beberapa mahasiswi dengan penampilan stylish yang ga jadi naik. Mungkin mereka biasa dijemput sedan ato semacamnya. dalam hati aku mikir orang-orang ini melakukan kesalahan kalo ga naik bikun sekarang, bikun berikutnya pasti tetep rame dan baru dateng sekitar 20 menit lagi. Baru kusadari ternyata bukan mereka, tapi aku yang udah ngelakuin kesalahan.


Begitu sadar HPku ilang aku berusaha untuk tetap tenang—meskipun dalam hati gundah gulana. Begitu sampe di asrama langsung sholat maghrib trus cari ojek buat balik ke FE. Sapa tau hapeku ketinggalan ato jatoh di mana gitu. Kecil kemungkinan hapeku jatuh sih, tapi ttp aja namanya juga usaha. Sempet berhasil ditelpon, hapenya maksudku, dan diangkat sama bapak-bapak—ato mungkin mas-mas pokoknya suara cowo n suaranya berat. Setelah beberapa “Halo! Halo!” yang ga direspon dengan benar, akhirnya telepon putus. Berapakalipun di coba lagi tetap gagal: ga diangkat ato malah hapenya mati. Segala daya upaya juga udah diusahakan buat mengetahui di mana gerangan hapeku tercinta. Sayangnya, segala usaha yang dikerahkan ternyata tetap gagal. My lovely three-months-old Spica was gone.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar