Minggu, 16 Mei 2010

Yearbook




This is a Tale of Friendship and how it resembles a cup of coffee
always, we love a sip of pure SWEETNESS in friendship
most of the time, we love that DELICIOUS distraction
often, we enjoy to have good friends to KEEP US COMPANY
sometimes, we DISCOVER new experience with our friends
not seldom romance takes place and keeps us ADDICTED to it
and even when things get a bit BITTER...
friends are always there to give an extra flavour in our life..
like a good quality coffee, good friends leave a unique taste in our heart.












Masih ada lanjutanyya looo, klik disini...

Selasa, 11 Mei 2010

Yearbook Photos

“How do I look?”
“I think you look…..dreadful.”
“*sigh* I think so too.”

Percakapan di atas mungkin memang Cuma ada di kepalaku; atau mungkin itu sebenarnya ekspresi yang cukup logis dari apa yang kualami waktu pemotretan buat Bhawikarsu Yearbook 2010. Bagaimana mungkin??

Well, pertama, setelah diputuskan dresscodenya adalah item putih abu-abu, kuputuskan untuk meminjam dress itemnya mbak asa yang ternyata kegedean =.=, jadilah aku tambah keliatan kurus tanpa postur tubuh yang jelas. Atau sesuai kata mbak asa, “kayak pake karung ti.” Sial!

Yang kedua, make up. Masalah utama dari make up adalah kenyataan kalo mama bakal ada di Kalimantan pas hari kelasku pemotretan. Jadilah gak ada yang dandanin aku, padahal aku sendiri gak bisa pake make up. Menelan kenyataan pahit dan tenggelam dalam keputusasaan; akhirnya aku belajar pake make up mumpung masih ada mama dirumah. Hasilnya? Lumayan. If you mean by lumayan adalah bedak gak rata, mascara berantakan, dan lipstick terlalu merah.

Masalah ketiga, kerudung. Sebenernya aku berencana pake kerudung yang biasa-biasa aja sih, gak usah ruwet-ruwet apalagi di rumah gak ada yang bisa macem-macemin kerudung. Tapi pas aku tanya temen-temen ternyata semua berencana pake kerudung yang dihias-hias @.@, alhasil aku belajar lagi sama mama cara pake kerudung yang macem-macem. Niatnya sih bikin bunga item putih, eee jadinya malah buntelan berantakan dan gak jelas =.=


mata merah gara2 gag becus pake eyeliner, bedak gag rata, lipstik terlalu merah, bahkan mas yuko bilang aku serem =.=





Untungnya, setelah perjalanan panjang muter-muter distro nyari bolero putih yang pas dan akhirnya ketemu di Mitra II; ditambah pelajaran menjahit buat ngecilin baju mbak asa dan bantuan make up dari mbak sari n vimo yang lebih ahli, akhirnya penampilanku di hari H gag separah yang kubayangkan :P

Masalahnya tinggal kerudungku yang berantakan mengingat mbak asa gak mau mbantuin n mbak sari gak begitu ahli soal kerudung. Tapi hari itu aku berangkat dengan hati cukup puas.

Di Ria Jenaka, seperti biasa, foto-foto narsis dulu bersama teman-teman untuk dokumentasi atau sekedar narsis-narsisan lah. Setelah berusaha mengabaikan fakta bahwa heels di sepatu item putih mbak asa yang kegedean bikin aku makin menjulang kayak tiang, akhirnya tiba saatnya grupku yang difoto.

Ternyata fotogrefer 600ribu gak bisa bikin seseorang jadi lebih fotogenik. Foto lebih terang dan bagus mungkin bisa, tapi penampilan orang jadi lebih fotogenik? I don’t think so. Buktinya? Ekspresiku tetep aja tu berantakan pas di foto. Parah deh pokoknya; bisa dibilang usaha kerasku buat tampil sebaik mungkin di album kenangan digagalkan oleh ketidakfotogenikkanku di depan kamera =.=

What’s the big deal? Yaaa, ntar kalo dah tua n udah lupa sama teman-teman SMA, satu-satunya alat pengingat kan Cuma buku kenangan. Gak mau kan ntar pas udah tua dicap sebagai anak yang dulu wajahnya aneh pas di foto. Belom lagi ntar kalo anak kelas 2 buka-buka album kenangan 2010 buat cari-cari inspirasi atau sekedar liat-liat, tiba-tiba muncul percakapan, “Mbak ini ekspresinya aneh sendiri ya.” OMG!!!

Well, terlepas dari itu semua, pemotretan hari itu cukup menyenangkan kok. Minuman yang diwajibkan beli minimal seharga 15ribu juga gak buruk-buruk amat. Sup krim jamurnya juga lumayan enak (ato mungkin aku yang kelewat laper). But it’s all worth to remember :)

Masih ada lanjutanyya looo, klik disini...

Interviewed by a Local Newspaperman

Few days ago, I was interviewed by a journalist from Radar Malang because I scored the best NUN in Malang. He tried to find me at school but of course I wasn’t there since I didn’t have any plan that day. So we decided to meet me at my house.
I must say it was a weird and awkward situation. He didn’t seem to be one hundred percent. I didn’t know what to say and he didn’t know what to ask. Also, he kept repeating the same question over and over again. Neither of us was excited about it, especially him of course. I bet he wasn’t interested to the story of my life. Not that I have an interesting life but he shouldn’t make it that obvious.



I still remember some of his questions which I didn’t answer very clearly:

“Kenapa kok hobi mbaca? Emang gak buang-buang waktu?”

Well, I thought that’s the point of having a hobby. In order to kill time, it’s better to do something you love, which is your hobby, rather than wasting your time by daydreaming. But instead, I answered, “yaa, membaca kan membuka wawasan dan mengembangkan imajinasi. Sapa tau ntar kalo dah bsar bisa jadi penulis.”

To my surprise, he asked, “Emang kamu cita-citanya pengen jadi apa?”

Err, actually I haven’t thought about it yet, I just live my life and let everything fall in to place. Of course I didn’t answer it like that. This is my real answer, “pengen jadi akuntan atau kerja di Bank BI.”

“Oooo… Sejak kapan pengen jadi akuntan?”

Gosh! Seriously?? Did he know I lied? Well, umm, let see, maybe since I got accepted in UI?? Yes, you’ve guessed it, that’s not what I said to him, this was, “hmm, gatau juga ya.” =_____=

“Kalo gitu kenapa gak ngambil IPS aja di SMA?”

Well, my dad said that if I take science program, I can explore myself and develop my logic ability. At least that’s what came up to my mind. But I answered, “yaa, takutnya ntar cita-cita say berubah pengen jadi dokter atau apa, kan kalo dari IPS susah mau ngambil IPA.” That wasn't very convincing, I know.

“oia, siapa tadi nama Ayahmu?” “Gurnito. Gurnnniitoo” I was a bit worried that he will write it as Gurmito.
After a long awkward interview—so awkward that he told me I was a quite girl—it was finally time for him to go home. Before that he took a picture of me, which was very disturbing and inconvenient because he took it without giving me a chance to pose.
Luckily I had the chance to show him an article about me in Malang Pos. it was written there that I got accepted in UI. So he asked me, “Kamu keterima di Akuntansi UI? Sesuai cita-cita dong?” ya think?? Well, I just smiled to him.
The next day, I bought 2 Jawa Pos and went straight for the Radar Malang. As I expected, the picture was horrible. But to my surprise, they changed my name to Estri, my father was GURITNO, and there was a quote which I have never said before.
It wasn’t the first time Radar Malang did such mistakes. The day before, they mentioned that the runner up and second runner up of best NUN in Malang was from SMA1 and SMA4, which was totally wrong. The top three of Malang’s best NUN are all come from SMA3 and to be more specific, all from XII-IPA7. How annoying is that! An information this important should be checked to many many person or instance before they published it.
Well, the bottom line is that I may not have an interesting life. But at least I’m happy with it, as a matter of fact; I’m satisfied with my too-normal-life. Special thanks to Radar Malang and Malang Pos for giving me the experience to be interviewed. Keep up the good work

Masih ada lanjutanyya looo, klik disini...